Nonton wayang kulit sama pa’le,
bingung setengah mati apa enaknya ya? Yang ada ngantuk banget, dah ceritanya
gak ngarti, bahasanya juga Cuma bisa menyerap dikit-dikit plus lampu temaram
and suara sinden yang mendayu-dayu membuat mata tergoda untuk menutup. Haah,
gak kuat lagi! nemenin sih nemenin tapi ada batasnya. “Pa’le, Reni pulang ya,
gak kuat lagi nih” ujarku sambil megangin tas yang kuimpikan menjadi bantal
yang empuk. “belum habis Ren” Pa’le masih ingin nonton, “aku pulang duluan
ya,ngantuk banget nih, nanti kuminta mas oji (my bro) jemput pa’le deh” ucapku
memohon sepenuh hati sedalam lautan, setinggi gunung (apaan sih gak
nyambung).”Ooo, ya iyo” pa’le manggut-manggut tapi matanya tetap aja ke
panggung, aku kaya ngomong ama tembok nih. Segera ku cium tangan pa’le dan
menuju keluar, untung ada no telp taxi langganan. 10’menit kemudian “Yuk neng!”
Pak Suharto membuka pintu taxinya dan mempersilahkan ku masuk. Denger namanya
inget presiden RI yang sudah dilengserkan para mahasiswa. Emang kata pak harto,
ibunya pengen dia jadi presiden nantinya. He…he… Amiin pak.
Minggu pagi di Purbanala,
Bumiayu. emang paling enak jalan-jalan ke sungai, airnya jernih, udaranya
bersih dan gak ada orang yang BAB/BAK disini. Clean deh pokoknya.Deket rumah
pa’le ada bendungan mini. Sekitar 4 meter
ke bawah dari perbatasan bendungan, ada sungai. Nah di situ kita bisa
main-main air, banyak batu-batu besar yang bisa kita duduki, sesekali aku
ciprat-ciprat air ke azzam, tumben dia gak ngerespon, soalnya lagi konsentrasi
nyariin ikan benter (paling enak digoreng, makan pakai nasi panas and colek
sambel.Wuihh sedap).
Oke deh aku foto-foto
sedikit,kaya wartawan. Bosan gak ngapa-ngapain, Cuma ngawasin anak-anakku main.
Suddenly, aku teringat pertunjukkan wayang kulit semalam ”Mmm pa’le pulang jam
berapa ya?”, wayang kulit, kenapa orang-orang begitu tertarik?apa anak-anak
juga tertarik? Aha, ada sinar terang di kepala. Aku segera menuju ke rumah
pa’le mau ambil notes kantongku. “Ummi! Mau kemana? Maryam berteriak dari
seberang sungai. “O iya, lupa kalau bawa anak” ucapku dalam hati,”sebentar de
ke atas. “ Mbak yu titip anak-anakku ya, 5 menit aja, iso ora?” mbak sytoh
sepupuku yang memang sedari tadi bersama disitu, angguk-angguk. Cepet yo Ren”
“Iyo-iyo” setengah berlari menuju ke rumah pa’le.
Kembali berada di sungai, kali
ini mencoba tempat yang agak menjorok ke sawah, ada pohon karet yang rindang.
Duduk di bawahnya membuat nyaman.
Oke apa yang diperlukan, kurasa
kulit bisa kuganti dengan kertas, baiknya yang agak keras.duplek misalnya.
Untuk pegangannya potongan bamboo
cocok, tapi kalau gak ada bisa menggunakan Koran bekas yang dilinting sehingga
menyerupai stik.
Yang paling penting gambarnya.
Aku mulai menggambar tokoh yang kuinginkan,tapi dari tadi gambar gak ada
bagus-bagusnya nih. Berkali-kali menghapus sampai pada akhirnya. “ummi, ayo
pulang lapar nih” sambil berjalan dan menggendong hasil buruannya, azzam menuju
ke atas. Maryam mengikutinya, so pasti aku juga harus ikut.
Berada di sekolah lagi menghadapi
berbagai kelengkapan administrasi yang harus diselesaikan cukup menyebalkan,
tapi bertemu wajah-wajah cilik yang menanti kita sungguh menyejukkan hati.
Melenyapkan segala kekesalanku menlengkapi rutinitas administrasi, well suka
gak suka harus dilakukan. Walau bagaimanapun RPP dan sebagainya adalah bagian
dari perencanaan. Seperti kata Umar bin Khattab “Aku tidak suka keberhasilan yang tidak aku rencanakan, aku lebih suka
keberhasilan yang aku rencanakan” Oke deh khalifah Umar, kukerjakan semua
ini demi sebuah keberhasilan dalam mengajar. Amiin
Back to puppets
Materi yang akan kutampilkan
ketika memainkan wayang ini adalah kisah Ali bin Abi Thalib. Pusing-pusing
menggambar tokoh-tokoh yang diperlukan dalam kisah tersebut gak jadi-jadi, aku
potong kompas.
Pertama, biasalah browsing kisah
Ali or cari di buku,kali ini lagi males campare-compare cerita. Dapat
ceritanya, padatkan materi, buat jadi 1 lembar. As usual
List tokoh-tokoh yang ada di
cerita, setting juga jangan lupa (cukup yang menarik saja).
Dari Bumiayu sampai kembali lagi
ke Depok, menggambar tokoh gak jelas juntrungannya. Aku pilih browsing gambar
dari Mbah Google aja (paling enak untuk anak-anak, gambar kartun).
Tiap gambar aku besarkan ukurannya,
tapi kebanyakan jadi pecah. Jadi aku print gambar aslinya, trus ke tukang fotocoy
minta diperbesar ukuran A3, Hasilnya lebih bagus.
Warnai gambarnya, tempel di
kertas duplek. Rapikan dengan gunting.
Untuk pegangannya gunakan
potongan bamboo tadi, tapi kalau susah dapetinnya. Pakai koran bekas aja
dilinting hingga cukup kuat untuk dijadikan pegangan.
Lintingan Koran tadi
ditempel/disolasi dibelakang gambar, lebih bagus lagi kalau ditempel duplek
polos lagi. Jadi lintingan korannya ada di tengah-tengah.
Nih dia hasilnya
Wayang kertas tersebut ku taruh
di belakang punggung, lalu duduk dengan manis di depan kelas. Nah mulai
bercerita dengan menggunakan wayang-wayang tersebut. Anak-anak antusias sekali,
mereka dengan cepat mengingat nama-nama tokoh yang ada pada cerita Ali. Tapi
kendalanya pembelajarannya terletak di aku, gurunya! Huaduhh, gak tahu cara
maininnya nih, jadi repot. Seharusnya aku sediakan minimal sterefoam untuk
nancepin wayang-wayangnya, Nah kalau ini aku pegang semua, jadi rieweh bin
ribet. Aahh, repoott, belum ahli jadi dalang, walhasil ceritaku mengalir deras,
tapi wayangnya Cuma diem-diem aja. Baru ngeh ketika ada siswaku nyeletuk “Bu ko
gak dimainin?” tanyanya penasaran. He..he dia gak tahu aja aku gak bisa
maininnya.
Tapi yang jelas masuknya aku ke
kelas dengan membawa berbagai wayang tersebut, dapat mempermudah mereka
mengingat tokoh-tokoh dalam cerita. Dan yang paling penting lagi, mereka
senaangg ketika belajar. Sipp
Tidak ada komentar:
Posting Komentar