Beberapa hari yang
lalu, saya sedang terheran-heran melihat seseorang yang dengan keras kepalanya
menuntut, menekan, memaksa, menyalahkan orang lain, mengecilkan orang lain,
meremehkan , mencerca dan bahkan tidak memberi kesempatan orang lain untuk
bicara.Sehingga membuat seisi ruangan terperangah, takjub akan kelakuannya yang
membuat kesal hampir seluruh isi ruangan..dan anehnya, ia sama sekali tak
merasa telah membuat semua orang tak nyaman. Seperti gunung es meletus, ia
meledak tiba-tiba dan serpihannya mencabik orang di sekitarnya. Oh my God, dia
seorang ikhwah yang notabene sudah kenyang dengan materi materi tarbiyah.
Bagaimana mungkin dia tidak bisa dibuat mengerti akan suatu keadaan atau
situasi.
Tiba-tiba ada satu
kata terlintas...”Damai”...
Pasti banyak orang
yang merindukan suasana damai, baik di lingkungan keluarga, pergaulan maupun dalam
lingkup terbesar, yaitu negara. Tapi seringkali kita menyerahkan terjadinya
perdamaian pada itikad baik orang lain, tanpa kita mau memulainya duluan.
Padahal inti dari
terciptanya perdamaian itu dimulai dari kemampuan kita berdamai dengan diri
sendiri. Artinya? Kita tidak lagi disibukkan oleh pertanyaan-pertanyaan
menyangkut diri sendiri. Misalnya tentang saya seperti apa, bagaimana orang
memandang saya, dsbnya. Tapi bukan berarti kita cuek atas pendapat orang lain
atau tidak peduli pada diri sendiri, melainkan hal-hal itu sudah lama kita
proses dan kita temukan jawabannya.
Untuk bisa berdamai
dengan diri sendiri memang tak mudah. Harus banyak sisi positif dari diri kita
yang dimunculkan dan kita yakini. Sisi negatif dari diri kita harus selalu
diupayakan untuk mengubahnya, minimal menguranginya. Butuh kemampuan untuk
menerima kenyataan, akan hal yang tidak bisa didapatkannya.
Seorang anak kecil ketika menginginkan mainan bersikeras mengatakan
“Pokoknya aku mau itu!, harus beli!”.
Orang mungkin akan maklum karena ia masih anak-anak, tapi kalau orang dewasa seperti itu, tentu tidak sama.
Seorang anak kecil ketika menginginkan mainan bersikeras mengatakan
“Pokoknya aku mau itu!, harus beli!”.
Orang mungkin akan maklum karena ia masih anak-anak, tapi kalau orang dewasa seperti itu, tentu tidak sama.
Apakah tokoh pada
cerita diawal, termasuk orang yang tidak bisa berdamai dengan diri sendiri?
1.
I am OK, You are not OK
Mereka
orang yang menganggap dirinya paling hebat, paling sempurna, berhak lebih
dibanding orang disekitarnya, menuntut dirinya harus benar dan dibenarkan orang
lain.
Contohnya
: “ Aah, kalau bukan saya, siapa lagi yang bisa”, “Semalas-malasnya saya, masih
lebih baik dari yang lain”
2.
I am not OK, you are OK
Mereka
yang selalu menganggap negatif dirinya, merasa kurang mampu, kurang beruntung,
dikucilkan, diremehkan, pokoknya merasa serba kurang.Inferior.
Contohnya
: “ Siapa sih saya, saya bukan siapa-siapa”, “Apalah saya, hanya orang miskin
yang bodoh, kalau kamu kan kaya, pinter lagi”
3.
I am not OK, You are not Ok
Mereka
yang menganggap pedamaian tidak akan pernah ada, semua orang kurang, semua
orang salah, sama buruknya, sama jeleknya. Kategori ini adalah yang terparah.
Mereka cenderung desdrruktif.
Contohnya:
“Saya memang tukang bolos, tapi siapa sih yang tidak pernah bolos”, “Saya memang sering telat, tapi siapa sih yang
gak pernah telat”, “Kaya kamu bersih aja, negor-negor perbuatan saya”.
Well,
teman saya pernah bilang selama tubuh ini masih berupa daging dan darah maka
akan selalu ada konflik, karena manusia punya emosi. Ya betul juga sih, tapi
apakah kita mau berurusan dengan konflik setiap saat? Tentunya tidak kan?!.
Dalam
hidup ini situasi cepat sekali berubah, atau kadang segala sesuatunya berjalan
terlalu lamban. Terkadang kita ada pada situasi yang membuat kita bingung,
bimbang atau ketakutan.
Namun
kita diharapkan mampu menghadapi keadaan dengan tenang, tidak mudah terpengaruh
oleh hal-hal negatif, berita, gosip ataupun perasaan orang lain. Kita perlu
berpikir jernih tanpa dipengaruhi oleh prasangka buruk (su’udzon) ataupun
kekhawatiran akan diri sendiri.Oleh karenanya situasi perasaan orang lain tidak
mudah mencemari diri kita.Inilah yang disebut perasaan damai. Perasaan dengan
kategori I am OK, you are OK.
Tidak
mudah memang, apalagi ketika kita harus menerima kenyataan bahwa kita memiliki
kelemahan yang sulit sekali untuk diubah. Sementara kita harus menerima bahwa
orang lain punya kelebihan yang tidak kita miliki.
Tapi
sesulit apapun, kita harus mencoba.
Orang
yang bisa berdamai dengan dirinya sendiri, biasanya akan lebih mudah
mengutarakan pendapatnya, lebih tenang menghadapi kritik, lebih bebas
mengekspresikan diri, serta mampu memberikan masukan dan saran kepada orang
lain.
Jadi,
ayo kita coba menciptakan perdamaian, lingkungan yang harmonis secara sosial.
Lingkungan seperti kaum Muhajirin dan Anshor. Saling mengerti, saling menyayangi dan mencinta karena Allah.
Lingkungan seperti kaum Muhajirin dan Anshor. Saling mengerti, saling menyayangi dan mencinta karena Allah.
Lingkungan
Nurul Fikri yang dipenuhi oleh orang-orang yang selalu berpikir positif dan
saling belajar.
Bismillahirrohmanirrohiim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar