Minggu, 08 Juni 2014

CINTA itu bernama IBU


Sewaktu saya berusia 5 tahun, Bapak dan Ibu bercerai karena Bapak menikah lagi. Saya dan ketiga kakak saya ikut ibu semua. Padahal ibu tidak mempunyai penghasilan dan harus membiayai sekolah kami semua. Alhamdulillah kakak yang pertama mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi. Kakakku yang kedua berusaha mengajar sana-sini demi membiayai kuliahnya di UI, sedangkan aku dan kakakku yang ketiga masih sekolah.

Bapak tidak lagi memberi nafkah. Demi membiayai kehidupan kami, ibu melamar menjadi sales buku. Beliau diterima, rumah demi rumah diketuknya. Terkadang diusir, pernah pula dikejar anjing. Panas terik beliau jalani tanpa mengeluh, sesekali ia berhenti di mesjid untuk sholat atau sekedar menenangkan diri dan berdoa. 

Satu kali kakakku yang kedua, mas Is berada di rumah terus, sampai ibu bertanya mengapa ia tidak kuliah. Setelah didesak mas Is mengatakan bahwa ia harus membayar kuliah, kalau tidak akan DO.
Saat itu, seperti jatuh tertimpa tangga, ada pemberitahuan bahwa rumah kami akan disita. Kami harus keluar esok harinya. Kehidupan makin sulit dari sebelumnya. Tapi ibu tidak tinggal diam. 

Aku tidak tahu bagaimana prosesnya, tapi saat shubuh tiba. Ibu datang dengan sebuah truk kecil, meminta kami untuk membawa barang-barang untuk pindah.
Siangnya beliau minta ditemani mas ku untuk menemui dekannya. Menurut cerita Mas Is, Ibu meminta tambahan waktu dua hari lagi untuk melunasi SPP mas Is, jika dalam waktu dua hari belum dibayar, maka ibuku rela Mas Is dikeluarkan. Saat itu mas Is terbelalak kaget, apa bisa? Uang yang ia kumpulkan masih kurang banyak untuk memenuhi iuran tersebut. Bagaimana ibu bisa memenuhinya dalam waktu dua hari?
 

Waktu berselang akhirnya ibuku bisa membayarnya, malam hari ia membuat kacang goreng untuk dititipkannya di warung-warung, esoknya ia berkeliling lagi menjual buku-buku tersebut. Begitu seterusnya, hingga kulihat ia bahkan tak punya waktu bagi dirinya untuk sekedar menyelonjorkan kaki.

Masku yang kedua, mas Oji. Pernah satu kali ia mendapat nilai merah di rapornya, dengan geram ibuku memarahinya lalu mendatangi kelasnya. Menurut cerita Mas Oji, Ibu berteriak didepan kelasnya dan meminta diberitahu siapa juara kelas di situ. Ada satu anak maju ke depan, lalu ibu melobinya untuk mau menginap di rumah agar mengajarkan Mas Oji sampai bisa. Hahaha kebayang seperti apa malunya mas Oji. Sejak kejadian itu, Mas Oji tidak pernah mendapat nilai merah, bahkan nilainya melejit dari sebelumnya.

Walaupun kami hidup pas-pasan, ibuku selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Aku ingat, Ibuku selalu membelikan aku kue ulang tahun. Setiap usiaku bertambah, bahkan sampai sekarang.

Wajah itu, wajah yang kian mengerut hari demi hari. Lidah yang dipenuhi dzikir dan doa, tak hentinya mengalami musibah. Aku anak perempuan satu-satunya, harapan terbesarnya,.. mengalami pernikahan yang berantakan dan dengan kasus yang sama dengannya, suamiku menikah lagi. Ibu mana yang tak terluka, akupun seperti mengalami, mengarungi kembali duka masa kecilku tanpa ayah.
Di tengah segala derita dan keputus asaanku akan hidup, ibu meluruskan punggungku. Membantu kakiku menegak hingga lututku enggan menyentuh tanah. Membuatku kuat

Ibu menghapus air mataku dengan tatapannya, mengobati hatiku dengan doanya, menguatkan diriku dengan kasih yang diperlihatkannya pada anak-anakku.

Wajah itu, wajah yang kian pudar dari kecantikan. Tak henti-hentinya memotivasiku untuk tidak lemah, untuk tidak jatuh. Aku berhasil bangkit karena permohonannya pada Allah. Semua bayangan masa kecilku tentang kerja keras ibuku seperti de ja vu melintas di hadapanku, seperti strip film bersambung yang berkelebatan kian kemari, hanya saja berganti latar, ruang dan waktu. Pemainnya sama, tetap aku dan ibuku, hanya kini….. aku membesar.

Kebutuhan hidup yang dulu ibu usahakan mati-matian untuk kami, aku mengalaminya, Menjadi transcript writer dari jam 9 malam bisa sampai jam 3 pagi tergantung order. Jam 7 pagi berangkat mengajar sampai jam 5 sore setelah itu mengisi privat. Begitu seterusnya.
Alhamdulillah, kehidupanku jauh lebih baik sekarang, sehingga tidak perlu bekerja sekeras dulu.

Sekarang aku tahu mengapa ibu menjadi begitu kuat dan gigih memperjuangkan kami semua. Aku merasakannya. Itu karena CINTA.

Betapa cinta yang besar pada kedua anakku membuatku mampu bekerja melampaui batas.
Betapa cinta yang ibu berikan pada kami begitu besar, pengorbanan demi pengorbanan beliau lakukan. Ibu bahkan tak pernah membeli barang yang ia inginkan walaupun bisa. Ia lebih memilih kami. Aku teringat, ibu pulang membawa dua potong tempe. Kami makan, tapi aku mau lagi tempenya, lalu ibu memberikan tempenya padaku, dan ia hanya memakan nasi dan garam… Ahh seandainya saat itu aku mengerti.

Teringat kisah Ibunda Aisyah r.a.
Aisyah r.a memberikan tiga kurma kepada ibu dengan dua anaknya, ibu itu memberikan anaknya masing-masing satu kurma dan ibu memakan yang sebutir,tak lama kemudian sang anak melihat kepada ibunya memohon kurma itu lagi, lalu sang ibu membelah kurmanya menjadi dua dan memberikannya kepada kedua anaknya. Aisyah r.a menceritakan hal ini pada Rasulullah.
 Rasulullah bersabda
“Lalu apakah yang mengherankanmu dari kejadian ini? Sungguh Allah telah merahmatinya, dengan rasa kasih sayangnya kepada kedua anaknya” (HR Bukhori)

Wujud nyata cinta sejati pada makhluk, adalah cinta seorang ibu kepada anaknya. Itulah cinta ibuku padaku, pada anak-anaknya, pada anak dari anak-anaknya.

Cinta itu sejatinya bukan hanya kasih sayang, Cinta adalah kegigihan, kerja keras, pengorbanan, keikhlasan, tanpa tanda jasa, kesungguhan, kemurnian.
Apa kau tahu apa itu CINTA?

CINTA itu adalah IBU



"Blogpost ini diikutsertakan dalam Lomba Blog CIMONERS” dan jangan lupa banner lomba yang ditautkan ke link postingan ini.

www.cintamonumental.blogspot.com





11 komentar:

  1. jadi inget ibuku yang sudah meninggal :( hehe

    BalasHapus
  2. Semoga ibunda dan anandanya di rahmati Allah selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan dunia akhirat..aamiin..sedih bgt bacanya jadi inget jiddah..

    BalasHapus
  3. Reni.....ga kuat bacanya,doaku buat ibu ya.Alhamdulillah ibu masih ada ya,kalau aku belum sempat membahagiakan ibu....

    BalasHapus
  4. Jadi anak yang sholehah yun, cuma itu yang bisa membahagiakan orang tua kan... Tapi susah yaaa....wkwkwkwkk.
    Iktiar terus. aku juga . Lop u

    BalasHapus
  5. Terima kasih partisipasinya di GA kami.. :)

    BalasHapus
  6. tegar sekali sosok ibunya. Salam untuk beliau, ya :)

    BalasHapus
  7. Insya Allah Mba,sy sampaikan

    BalasHapus