Karena pada hari itu rakyat Surabaya
benar-benar memperlihatkan kesombongannya, keyakinannya pada diri sendiri bahwa
mereka takkan pernah menyerahkan Surabaya secara cuma-cuma. Bahwa segala
kekuatan Inggris dengan Punitive
Operationnya takkan mampu menggetarkan semangat rakyat Surabaya untuk terus
memperjuangkan tanah airnya.
Malam menjadi sahabat baik bagi
pejuang gerilya, Mayor Sroedji bersama batalyon Alap-alapnya menggagalkan gerak
serdadu Inggris yang akan menuju Sidoarjo.
Pertempuran Surabaya itu benar-benar
menghapuskan seluruh keraguan rakyat di pelosok tanah air. Keyakinan untuk
membela tanah air sedemikian tinggi.
We
didn’t win a battle, but we already win the war
Yap, itulah sekilas cerita yang
sedikit kusimpulkan dari (Sang Patriot;80-86)
Sedikit banyak kisah dalam buku ini
mengingatkanku pada Sirah Nabawiyah. Kisah Rasulullah dan para sahabat. Bagaimana
mereka berperang, mereka berperang hanya jika diserang, hanya jika dijajah, dan
ingin diambil wilayahnya. Maka wajib bagi para penduduknyauntukmempertahankan
diri. Pergi dari Negara yang berperang karena dijajah adalah sebuah kehinaan,
memilih syahid mempertahankan Negara adalah sebuah keharusan(QS Ali Imran :
169).
Dan para pejuang ini memilih jalannya,
yaitu syahid
Jujur saja, sebelum membaca buku
Patriot. Aku tak pernah tahu mana yang namanya Letkol Sroedji. Tahunya cuma Jendral
Soedirman atau Bung Tomo. Namun membaca Novel Sang Patriot ini lembar demi
lembar membawaku dalam alur perjuangan mereka, membawaku pada kehisupan zaman
dulu dimana seorang ayah sungguh sangat berwibawanya. Ada satu sesi yang
kuingat pula. Bahkan ketika Hasan, ayah Rukmini pulang, suara sendalnya dari
kejauhan saja sudah membuat seisi rumah dengan cepatnya merapikan apa-apa yang
berantakan di dalam rumah, ketika aku sharing dengan teman-temanku. Mereka
langsung bernostalgia. Iya ya, bahkan cuma mendehem saja. Kita langsung
memperbaiki diri.
Begitu hebatnya sosok ayah ya, dipatuhi
namun dihormati dan dicintai.
Belum lagi kisah cinta Rukmini dan
Sroedji yang membuat aku turut merasakan debarannya, mengintip sang calon
istri. Menabrak penjual kubis adalah hasil kegugupannya ketika mata mereka
bertemu pandang. Aahh menurutku itu romantic sekali. Jadi teringat hadit yang
dituturkan Rasulullah mengenai mencari jodoh.
Sahabat Muhammad bin Maslamah radhiyallahu
‘anhu berkata, “Aku meminang seorang wanita, maka aku
bersembunyi untuk mengintainya hingga aku dapat melihatnya di sebuah pohon
kurmanya.” Maka ada yang bertanya kepada Muhammad, “Apakah engkau melakukan hal
seperti ini padahal engkau adalah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam?” Kata Muhammad,
“Aku pernah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا أَلْقَى اللهُ فيِ قَلْبِ امْرِئٍ خِطْبَةَ امْرَأَةٍ، فَلاَ بَأْسَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا
“Apabila Allah melemparkan di hati
seorang lelaki (niat) untuk meminang seorang wanita maka tidak apa-apa baginya
melihat wanita tersebut.”
(HR. Ibnu Majah no. 1864, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam
Shahih Ibni Majah dan Ash-Shahihah no. 98)
Merekapun melakukan pernikahan atas
persetujuan orang tua kedua belah pihak, sebenarnya ini seperti pernikahan yang
Islam anjurkan, tidak perlu banyak berduaan untuk saling mengenal, atau
menjalin kedekatan selama bertahun-tahun agar cocok. Dengan niat tulus ikhlas
insya Allah langgeng, kiranya hal inilah yang banyak menyebabkan orang tua
zaman dahulu tidak banyak perceraian, karena mereka melakukannya dengan jalan
yang diridhai Allah.
Tapi ada satu yang kurang dalam
pernikahan itu, seharusnya Rukmini melihat juga calon suaminya dulu, dan
memberikan pendapat apakah mau menerimanya atau tidak.
Lanjut lagi terbuai oleh keteguhan
Rukmini dalam hidup bersama dengan suaminya, dalam kekurangan harta, ekonomi,
rasa tak aman. Rukmini mampu melewati itu semua, yang paling mengharukan dari
semua adalah kekuatannya. Dalam usia kandungan delapan bulan ia sanggup mendaki
bukit-bukit itu dari Jember ke Kediri, sebuah jarak yang luar biasa untuk
seorang wanita hamil bisa bertahan. Hanya orang luar biasa yang mampu bersikap
begitu. Teringat lagi olehku kisah Asma binti Abu Bakar, dalam usia
kandungannya 8 bulan juga. Ia memberikan persediaan pangan ayahnya dan
Rasulullah yang sedang bersembunyi di Gua Tsur dari kejaran kaum Quraisy.
Bayangkan ia harus berjalan dan menggendong perbekalan makanan dipunggungnya
mendaki bukit Tsur dengan hamil tuanya, Whoaahhh….
Sadisme penjajah yang membunuh Lurah
Titiwardoyo(Sang Patriot:98) ditampilkan tanpa hati. Lurah Titiwardoyo diinjak,
dipukul, ditembak dikepala. Disaksikan oleh istri tercinta, menurutmu,
bagaimana perasaannya kala itu?, tak berapa lama istrinya menyusul kematian
suaminya.
Teringat Hamzah paman nabi dipanah
oleh Wajsyi, lalu dimakan jantungnya oleh Hindun. Sampai akhir hayatnya
Rasulullah tak bisa melupakan peristiwa itu, hatinya terluka. Bahkan ketika
Wajsyi sudah memeluk Islam, rasulullah tak mampu utnuk menatap wajahnya karena
selalu teringat akan pamannya.
Kelaparan yang membuat rombongan
brigade Damarwulan hanya mampu memakan parutan kelapa, dedaunan, ketela pohon,
dan akar-akaran yang belum diketahui juga apakah beracun atau tidak. Mereka
yakinkan dalam hati untuk bisa mengganjal perut mereka(sang Patriot;192).
Teringat lagi kaum muslim ketika
diasingkan, bahkan Fatimah putri Rasulullah memakan kayu. Ahh menyedihkan
rasanya.
“Mengapa kau tak menepaati janjimu pak…Bukankah
kau sudah janji, akan pulang selamat demi aku..demi anak-anak..” membaca ini
membuatku seperti bisa merasakan apa yang Rukmini rasakan.Kehilangan orang yang
dicintai, yang kita tunggu setiap harinya di pintu rumah. Bagaimana jika ini
terjadi padamu? Kuatkah dirimu?
Ooohh, betapa hatiku turut terluka.
Pahlawan ini telah tiada, Pahlawan Sroedji sudah memberikan janji terbaiknya
untuk kebanggan keluarga, Negara dan untuk Allah.
Halaman demi halaman kubuka dan
kubaca, berusaha untuk tetap focus pada cerita, karena jujur saja, begitu
banyak kosa kata yang tidak aku
mengerti, tidak diterjemahkan langsung disana. Enaknya kalau ada kata
asing. Di footnotenya ada artinya gitu J
Terkadang aku terbawa pada situasi
yang aku bisa mengikuti alurnya bahkan hampir terhanyut didalamnya, namun ada
bagian-bagian cerita yang tiba-tiba
muncul. Sampai bingung ini cerita tadinya dari mana mau kemana.
Penulisnya yang tengah yaa. aku yang manis berkacamata itu |
Ala kulli hal . Irma Desvita, penulis
Menggambarkan sosok kakek dan neneknya dengan penuh kecintaan, terlihat
ketulusan dalam ceritanya. Kisah yang sangat inspiratif dan entah kenapa,
tiba-tiba seperti terbayang wajah Rasulullah menemani Sroedji disana, dengan
senyumannya yang khas berkata. “Lihatlah aku disini bersama manusia termulia”.
Melihat sosok Irma Desvita benar-benar
penjelmaan Rukmini. Sepertinya segala kisah tentang neneknya yang diceritakan
oleh Pudji Rejeki sang ibu. Mengikat baik di kepalanya. Ia meneruskan cita-cita
Rukmini menjadi seorang ahli hokum. Kegigihannya menyelesaikan novel ini,
dengan berbagai riset, cari-cari sumber bahkan sampai menemukan scan tanda
tangan kakeknya yang bahkan museum nasional saja tidak punya seingat saya.
Keuletannya menekan perasan emosinya yang bercampur aduk mungkin ketika
teringat kehidupan moyangnya. Sungguh membuahkan hasil.
Jadilah malu untuk mudah mengeluh
Well, Saya Reni Sundari one of the
reader of this book said
Buku ini layak untuk anda baca. Sang
Patriot Etos kepahlawanan
Judul : Sang Patriot, Sebuah Epos
Kepahlawanan
Penulis: Irma Devita
Penerbit: Inti Dinamika Publisher
Tahun Terbit: 2014 (Februari)
Tebal: 268 halaman
ISBN: 978-602-14969-0-9
Website penulis :www.irmadevita.com
Penulis: Irma Devita
Penerbit: Inti Dinamika Publisher
Tahun Terbit: 2014 (Februari)
Tebal: 268 halaman
ISBN: 978-602-14969-0-9
Website penulis :www.irmadevita.com
Hai Mbak Reni, terima kasih atas partisipasinya :)
BalasHapusSipp...still learning
Hapus